Tiket Pesawat Online

Bisnis Tiket Pesawat - http://www.tiket-network.com/?ref=sopokopi.

Medan Rental Car

Rental mobil di Medan, hubungi Abang Ido 081375884432 - Tirtanadi.com.

Tambang Batubara

Strip Coal Mining - kliktambang.blogspot.com.

Mineral

Kristal Fluorapophyllite - kliktambang.blogspot.com.

Coal Mining

Flathead coal mining - kliktambang.blogspot.com.

Wednesday, March 14, 2012

Empat RPP Minerba Segera Disahkan



RABU, 27 JANUARI 2010 02:03 WIB JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panasbumi (Minerbapabum) Kementerian ESDM Bambang Setiawan menyatakan, empat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) akan segera disahkan. Keempat RPP tersebut yaitu RPP Wilayah Pertambangan, RPP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, RPP Reklamasi dan Pasca Tambang, serta RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan dan Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. “Semuanya sudah di Sekretariat Negara, Insyaallah akhir bulan ini RPP-RPP tersebut sudah ditandatangani Presiden,” ujar Dirjen Minerbapabum Bambang Setiawan di Jakarta, Selasa (26/2). Dirjen menjelaskan, penetapan empat RPP itu pada dasarnya untuk mengatur secara detail ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam 22 pasal pada UU Minerba yang memuat artikel “…diatur dengan PP”. “Keempat RPP yang akan segera disahkan ini, akan diikuti terbitnya beberapa Peraturan Menteri ESDM yang memuat aturan lebih detail lagi,” lanjut Dirjen. Dari empat RPP yang disiapkan sebagai aturan turunan UU Minerba, dua di antaranya, yakni RPP Wilayah Pertambangan dan RPP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, penyelesaiannya ditargetkan dalam program 100 hari Kementerian ESDM. Sementara itu, RPP Reklamasi dan Pasca Tambang serta RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan dan Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang tidak termasuk dalam target Program 100 hari KESDM, juga akan disahkan segera setelah 2 RPP lainnya diterbitkan.

Tuesday, March 13, 2012

Biaya dan Nilai Ekonomis Coal Upgrading

Istilah coal upgrading mulai ramai diperbincangkan belakangan ini oleh kalangan industri batu bara seiring dengan adanya rencana pemerintah untuk menerbitkan peraturan baru seputar larangan menjual batu bara kalori rendah ke luar negeri. Definisi coal upgrading itu sendiri berarti proses peningkatan kandungan kalori batu bara dengan menghilangkan kelembaban (moisture) dan  polutan tertentu dari batu bara. Hasil dari coal upgrading dinamakan refined coal.

Metode untuk coal upgrading itu sendiri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : yang pertama adalah menggunakan metode wash and dry dengan terlebih dahulu membedakan kepadatan setiap partikelnya, lalu yang kedua melalui penambahan material zat kimia, dan yang terakhir adalah metode pengeringan yang ditujukan khusus untuk batu bara kalori rendah (low rank coal). Tujuan dari penerapan coal upgrading yaitu untuk meningkatkan efisiensi serta pengurangan emisi pada saat batu bara itu dibakar

Rencana pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelarangan ekspor batu bara kalori rendah memunculkan perdebatan di kalangan industri batu bara itu sendiri. Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) menolak aturan tersebut karena menganggap bahwa walaupun terdapat beberapa keuntungan yang bisa diperoleh namun teknologinya sendiri belum teruji. Teknologi untuk melakukan coal upgrading sampai pada tahap komersialisasi dianggap belum teruji dalam skala besar. Apabila aturan ini dipaksakan, maka ada potensi merusak struktur pasar batu bara kalori rendah yang telah terbangun selama ini.

Selain alasan teknologi, faktor lainnya yang dapat menjadi penghambat yaitu pada besarnya nilai investasi yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk membangun fasilitas tersebut. Menurut Indonesian Coal Society, pembangunan fasilitas coal upgrading membutuhkan dana sebesar US$ 70-80 juta, setara dengan Rp 630-720 miliar dengan asumsi kurs Rp 9,000/dollar. Nilai investasi ini tentu tidak sedikit, apalagi bila harus dibangun oleh pengusaha batu bara dengan skala kecil.

Kekhawatiran lainnya adalah meningkatnya biaya operasional selama proses coal upgrading ini dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rudi Vahn, bahwa dalam penggunaaan coal upgrading technology biaya operasional akan meningkat sebesar 24% sepanjang umur tambang tersebut. Sedangkan menurut US Carbon Development Corporation, secara umum proses coal upgrading ini akan meningkatkan cash cost sebesar US$ 6.5-7.5 /ton.

Namun kenaikan pada sisi biaya operasional ini dapat diimbangi dengan potensi kenaikan pendapatan seiring dengan meningkatnya kandungan kalori dalam batu bara setelah proses coal upgrading ini selesai dilakukan. Karena variabel utama dalam penentuan harga jual batu bara adalah kandungan kalori di dalamnya, maka setiap kenaikan kandungan kalori batu bara akan meningkatkan harga jual batu bara tersebut.

Selain kandungan kalori, terdapat variabel lain yang digunakan untuk menentukan harga jualnya, walapun hal tersebut tidak terlalu signifikan, seperti kelembaban (moisture) serta kandungan sulfur dan debu. Adapun untuk prosentase kenaikan kandungan kalori pada proses coal upgrading itu sendiri tidak dapat disamaratakan karena hal ini bergantung pada jenis teknologi yang diterapkan serta jenis batu baranya.

Untuk di Indonesia, proyek Coal Upgrading ini sendiri telah diujicobakan oleh Bayan Resources pada 2009 lalu dengan produksi awal sebesar 1 juta ton. Dengan menggunakan teknologi Binderless Coal Briquetting (BCB), perusahaan berhasil meningkatkan kandungan kalori batu baranya dari GAR 4,200 kcal/kg menjadi GAR 6,100 kcal/kg, atau naik 45,23% dengan tetap mempertahankan kandungan sulfur 0,2% dan kadar abu rendah 3%. Hal ini tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan karena kenaikan biaya operasional sebesar 26% dapat di-offset oleh kenaikan harga jualnya yang meningkat 45%, sehingga selisih dari kenaikan ini merupakan suatu peluang yang menguntungkan bagi perusahaan. Jadi secara ekonomis, investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembangunan pabrik/fasilitas coal upgrading dapat diimbangi dengan kenaikan pendapatan yang diterima oleh perusahaan untuk tahun-tahun ke depannya.

Selain manfaat yang akan diterima oleh perusahaan, ada sejumlah manfaat tambahan lainnya yang akan diterima oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah itu sendiri melalui penerapan kebijakan larangan ekspor ini.

Manfaat yang pertama yaitu potensi naiknya penerimaan pajak pemerintah. Kenaikan harga jual yang selain berdampak bagi penjualan perusahaan, juga memiliki dampak postif lainnya yaitu kenaikan penerimaan bagi pemerintah dalam bentuk peningkatan royalti yang dibayarkan.

Naiknya pendapatan perusahaan otomatis juga akan berdampak pada kenaikan pada pos laba usaha dan laba bersihnya. Kenaikan laba sebelum pajak tentu saja akan meningkatkan pajak penghasilan (corporate tax) dan hal ini akan berdampak pada naiknya setoran pajak penghasilan dari perusahaan pertambangan batu bara di Indonesia.

Manfaat lainnya yaitu terciptanya lapangan kerja baru dalam proses coal upgrading ini serta terjadinya alih pengetahuan bagi industri batu bara secara keseluruhan. Coal Upgrading ini merupakan suatu proses yang membutuhkan suatu fasilitas dengan teknologi tersendiri sehingga proses ini berpotensi menciptakan suatu lapangan kerja baru serta adanya transfer teknologi mengingat proses ini merupakan sesuatu yang baru untuk industri batu bara Indonesia.

Dengan berkaca pada sejumlah cost and benefits yang telah dipaparkan diatas, maka hendaknya berbagai pihak yang terlibat dalam industri batu bara berani untuk mengambil suatu langkah demi kemajuan sektor ini. Pemerintah juga disarankan untuk segera menyusun kebijakan yang jelas, sementara pengusaha diberikan insentif yang menarik kesempatan untuk melakukan sejumlah uji coba dan kemudian mengimplementasikannya di lapangan.

Kebijakan ini positif karena akan menciptakan suatu nilai tambah (value added) bagi industri batu bara, dan juga Indonesia secara keseluruhan. Ini sesuai dengan semangat pemerintah yang berusaha untuk meningkatkan nilai tambah industri agar Indonesia tidak sekedar sebagai penjual sumber daya alam saja.

Apalagi mayoritas dari cadangan batu bara Indonesia terdiri dari batu bara kalori rendah dengan prosentase yang mencapai 65%. Asalkan dibarengi dengan persiapan yang matang, kebijakan ini patut untuk kita dukung mengingat besarnya potensi benefit yang akan didapatkan dari penerapan kebijakan tersebut.

Bursa Komoditi Buka Peluang Perdagangan Berjangka Batu Bara

JAKARTA (IFT) -PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, siap meluncurkan perdagangan fisik (spot) dan berjangka batu bara jika dibutuhkan oleh pelaku pasar. Bursa akan menjajaki pembicaraan dengan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mengenai rencana itu.

Megain Widjaja, Direktur Utama Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, mengatakan pihaknya hanya bertindak sebagai operator industri untuk mencapai tujuannya dengan meluncurkan perdangangan spot atau berjangka itu. Jika pembicaraan dilakukan dengan serius, dia optimistis perdagangan spot dan berjangka untuk komoditas batu bara dapat direalisasikan tahun ini.


"Kami membuka diri untuk melakukan pembicaraan guna merealisasikan perdagangan spot dan berjangka batu bara," ujarnya kepada IFT.

Menurut Megain, dengan adanya perdagangan spot dan berjangka batu bara, Indonesia memiliki pasar tersendiri yang pembentukan harganya dapat menjadi patokan alternatif dari pasar batu bara yang ada saat ini. Dengan adanya perdagangan spot dan berjangka, produsen batu bara dapat melihat fundamental dari permintaan dan penawaran (supply and demand).


Sisi positif lain adalah adanya jaminan mutu baik secara kualitas maupun pasokan, karena komoditas yang diperdagangkan harus distandarisasi. "Sebelum memulai perdagangan berjangka (batu bara), kami prefer untuk memulai perdagangan fisik terlebih dahulu seperti komoditas timah yang awal bulan ini kami luncurkan," kata Megain.

Sebelumnya, PT Bursa Berjangka Jakarta menyatakan akan merealisasikan perdagangan berjangka batu bara setelah peluncuran perdagangan fisik batu bara pada kuartal I 2012. Hal itu ditujukan agar para pelaku pasar memahami perdagangan terorganisasi di bursa sebelum diluncurkan perdagangan berjangka.

Andam Dewi, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Usaha, Bursa Berjangka Jakarta ,mengatakan pihaknya telah berkomunikasi dengan Asosiasi sejak Agustus 2005 terkait kemungkinan adanya perdagangan berjangka batu bara setelah ada indeks batu baraIndonesia (Indonesian Coal Index/ICI). Potensi adanya perdagangkan berjangka batu bara juga sudah dibahas beberapa kali dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.


"Kami telah sepakat dengan asosiasi bahwa sebelum perdagangan berjangka, kami akan meluncurkan terlebih dahulu perdagangan fisik batu bara spot dan forward," ujar Andam kepada IFT.

Menurut Andam,penyelenggaraan perdagangan berjangka batu bara ditujukan untuk lindung nilai (hedging), yaitu memproteksi harga dari volatilitas dan sebagai investasi alternatif karena mendapatkan harga yang tepat di masa depan.

Bob Kamandanu, Ketua APBI menilai penyelenggaraan bursa berjangka batu bara di Indonesia saat ini sangat dibutuhkan, karena masih ada beberapa kelemahan dalam penerapan harga patokan batu bara (HPB). Beberapa kelemahan dalam penggunaan harga patokan batu bara antara lain tidak dapat digunakan untuk menutup kontrak jual beli lebih dari 12 bulan (long terms).

Penerapan harga patokan batu bara yang berbasis harga spot untuk kontrak 12 bulan ke depan secara tetap (flat) dapat menimbulkan masalah, baik bagi pemerintah, produsen batu bara, maupun konsumen dalam negeri. Hal itu karena dalam situasi tren harga meningkat untuk 12 bulan ke depan, pemerintah dan perusahaan penjual batu bara dapat dipermasalahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, karena pemerintah kehilangan kesempatan (opportunity) akibat potensi hilangnya sebagian royalti dan sebagian pajak badan dari yang seharusnya.

"Sebaliknya, ketika harga turun perjanjian jual beli yang bersifat flat untuk 12 bulan dapat menimbulkan masalah kepada PT PLN (Persero) karena dapat dipertanyakan oleh Dewan, mengapa PLN membeli lebih tinggi dari harga spot," papar Bob.

Asosiasi mengusulkan kontrak jangka panjang sebaiknya menggunakan harga mendatang (future price) yang dihasilkan ataupun dikeluarkan oleh operator perdagangan berjangka. Bob optimistis seluruh anggota Asosiasi akan mendukung adanya perdagangan berjangka batu bara.(*)

Bayan Jual 10 Juta Ton Batu Bara ke Perusahaan Listrik India

JAKARTA (IFT) - PT Bayan Resources Tbk (BYAN), emiten batu bara terbesar kedua dari segi kapitalisasi pasar, memperoleh kontrak penjualan batu bara sebanyak 10 juta ton dari perusahaan listrik India. Kontrak berjangka waktu 10 tahun tersebut berlaku mulai 2014.

Jenny Quantero, Direktur Bayan Resources, mengatakan perseroan mengantongi kontrak penjualan batu bara dari Thermal Powertech Corporation India. Sesuai kontrak, perseroan akan memasok batu bara yang mengandung abu dan belerang rendah ke perusahaan pembangkit asal India itu sebesar satu juta ton per tahun. "Perseroan sudah menandatangani perjanjian jual beli batu bara dengan Thermal Powertech pada 23 Februari 2012," katanya.

Perseroan belum memiliki patokan harga untuk seluruh kontrak penjualan batu bara. "Untuk harga akan dinego setiap tahun," ucapnya.


Bayan Resources mengestimasikan produksi tahun lalu mencapai 14,5-15,5 juta ton dengan penjualan sebesar 15-16 juta ton. Harga jual rata-rata di 2011 sebesar US$ 85-US$ 87 per ton. Pada perdagangan Jumat, harga saham Bayan Resources menguat Rp 50 atau 0,3% menjadi Rp 18.100.

Thermal Powertech merupakan perusahaan patungan antara Gayatri Energy Ventures dan Sembcorp Utilities, yang akan membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara berkapasitas 1.320 megawatt di Krisnhapatman, Andhra Pradesh, India.

Bersama China, India saat ini menjadi pengimpor batu bara termal terbesar dunia. Hal tersebut dipicu tingginya kebutuhan pembangkit listrik di negara tersebut dalam rangka menopang perekonomian. Seperti dikutip Bloomberg, India tahun ini bahkan diperkirakan menjadi pengimpor batu bara terbesar, mengalahkan China, akibat langkanya pasokan bahan bakar minyak untuk kebutuhan pembangkit.


Manhoman Singh, Perdana Menteri India, menyatakan negaranya tengah mencari pasokan batu bara untuk memenuhi kebutuhan sejumlah pembangkit baru senilai US$ 36 miliar yang pengoperasiannya terkendala karena masalah pasokan bahan bakar.

Daniel Hynes, Direktur Riset Komoditas di Citigroup Inc Sydney, mengatakan India tahun ini berpotensi mengimpor 118 juta ton batu bara, melebihi China yang diperkirakan hanya mendatangkan 102 juta ton dari luar negeri.

Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi India tumbuh lebih lambat karena melambatnya industri dan pasokan energi. Sebaliknya, China tengah berupaya meningkatkan kapasitas produksi batu baranya, menurut Badan Energi Nasional.

"Pengiriman batu bara ke China akan beralih ke India. Sementara di China tingkat listrik akan menurun sedangkan produksi batu bara naik pesat," kata Michael Parker, Analis Sanford C Bernstein & Co yang berbasis di Hong Kong.

Ekspor Bumi
PT Bumi Resources Tbk (BUMI), produsen batu bara terbesar, berencana mengalokasikan 17% penjualannya tahun ini ke Jepang. Persentase tersebut setara dengan 14 juta ton, naik dari 2011 sebesar 12 juta ton.

Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources, mengatakan peningkatan ekspor ke Jepang karena negara tersebut saat ini membutuhkan banyak pasokan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik akibat kasus bocornya pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima. Impor batu bara Jepang diperkirakan naik 3% menjadi 104 juta ton, berdasarkan analisis Daiwa Capital Markets. "Kami berusaha untuk melampaui tingkat eskpor ke Jepang di 2010 atau minimal sama," kata Dileep.


Bumi Resources pada 2010 menjual 12,7 juta ton batu bara ke Jepang atau sekitar 21% dari total volume penjualan perseroan saat itu. Menurut Dileep, harga jual untuk pelanggan di Jepang tahun ini sekitar US$ 110-US$ 120 per ton.

Saat ini perseroan dalam pembicaraan dengan pembeli asal Jepang untuk kesepakatan kontrak yang berakhir pada tahun fiskal Maret 2013. "Kami mengharapkan penyelesaian pembicaraan ini pada kuartal II tahun ini," tuturnya.

Bumi Resources saat ini telah mengantongi 35 juta ton kontrak penjualan baik untuk pasokan harga tidak tetap maupun sesuai dengan Index Newcastle. Capaian kontrak itu sekitar 46% dari proyeksi penjualan pada akhir tahun ini sebesar 75 juta ton. Pada perdagangan Jumat harga saham Bumi Resources turun Rp 75 atau 3% menjadi Rp 2.425. (*)

Pemerintah Izinkan Perdagangan Spot dan Berjangka Batu Bara

JAKARTA (IFT) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan kesempatan bagi pengusaha batu bara dan otoritas bursa berjangka maupun komoditas untuk menerapkan perdagangan spot maupun berjangka.
Pemerintah saat ini masih dalam tahap pembicaraan untuk menjadikan harga di perdagangan spot dan berjangka menjadi patokan untuk harga batu bara kewajiban memasok dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

Thamrin Sihite, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementrian Energi,  mengatakan Kementerian Energi akan melakukan pertemuan sekali lagi dengan PT Bursa Berjangka Jakarta untuk membahas rencana pembukaan pasar spot. "Pada dasarnya, tidak ada masalah apabila Bursa Berjangka Jakarta maupun PT Bursa Komoditi dan Derivatif membuka perdagangan spot dan berjangka, asalkan ada pembeli dan penjualnya," ujarnya.

Edi Prasodjo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi, menambahkan penyelenggaraan perdagangan spot batu bara oleh Bursa Berjangka Jakarta tidak serta merta menggantikan patokan harga batu bara domestic market obligation dari harga batu bara acuan dan patokan. Pembicaraan soal penyelenggaraan perdagangan spot batu bara belum final, karena perlu melihat dampak yang lebih besar lagi, seperti pajak dan royalti.

"Jadi meskipun ada, perdagangan spot itu sifatnya B to B, bergantung siapapun yang terlibat di sana. Harga batu bara DMO masih tetap menggunakan harga acuan dan patokan," ujar Edi.

Bob Kamandanu, Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), mengatakan kendala utama pengembangan pasar spot dan berjangka batu bara adalah sosialisasi. Otoritas bursa, menurut Bob, seharusnya dapat memberikan pemahaman lebih jauh kepada perusahaan batu bara agar pasar spot dan berjangka benar-benar menjadi alternatif.

Karena itu, Bob berharap dengan adanya pemahaman serta keterlibatan dari perusahaan besar, harga yang terbentuk di pasar spot dan berjangka dapat menjadi alternatif dari harga patokan yang ada. "Intinya, pembahasan ini harus terus didorong dan keterlibatan perusahaan besar menjadi penting untuk menjadi buyer maupun seller," ujar Bob yang juga Direktur Utama PT Delma Mining, perusahaan tambang batu bara termal berbasis di Kalimantan.




Bob menilai penyelenggaraan bursa berjangka batu bara saat ini sangat dibutuhkan, karena masih ada beberapa kelemahan dalam penerapan harga patokan batu bara. Beberapa kelemahan dalam penggunaan harga patokan batu bara antara lain tidak dapat digunakan untuk menutup kontrak jual beli lebih dari 12 bulan.

Penerapan harga patokan batu bara yang berbasis harga spot untuk kontrak 12 bulan ke depan secara tetap (flat) dapat menimbulkan masalah, baik bagi pemerintah, produsen batu bara, maupun konsumen dalam negeri. Hal itu karena dalam situasi tren harga meningkat untuk 12 bulan ke depan, pemerintah dan perusahaan penjual batu bara dapat dipermasalahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, karena pemerintah kehilangan kesempatan (opportunity) akibat potensi hilangnya sebagian royalti dan pajak badan dari yang seharusnya.

"Sebaliknya, ketika harga turun perjanjian jual beli yang bersifat flat untuk 12 bulan, dapat menimbulkan masalah kepada PT PLN (Persero) karena dapat dipertanyakan oleh Dewan mengapa PLN membeli lebih tinggi dari harga spot," kata Bob.

Asosiasi mengusulkan kontrak jangka panjang sebaiknya menggunakan harga mendatang (future price) yang dihasilkan ataupun dikeluarkan oleh operator perdagangan berjangka. Bob optimistis seluruh anggota Asosiasi akan mendukung adanya perdagangan berjangka batu bara.

PT Bursa Berjangka Jakarta sebelumnya menyatakan akan merealisasikan perdagangan berjangka batu bara setelah peluncuran perdagangan fisik batu bara pada kuartal I 2012. Hal itu ditujukan agar para pelaku pasar memahami perdagangan terorganisasi di bursa sebelum diluncurkan perdagangan berjangka.

Andam Dewi, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Usaha Bursa Berjangka Jakarta, mengatakan telah berkomunikasi dengan Asosiasi sejak Agustus 2005 terkait kemungkinan adanya perdagangan berjangka batu bara setelah ada Indeks Batu Bara Indonesia (Indonesian Coal Index/ICI). Potensi adanya perdagangan berjangka batu bara juga sudah dibahas beberapa kali dengan Kementerian Energi. (*)

Kontribusi Bisnis Batu Bara Lampaui Penjualan Alat Berat United Tractors






Coal

 

Monday, 27 02 2012

More in Coal


Kontribusi Bisnis Batu Bara Lampaui Penjualan Alat Berat United Tractors


BY AGUNG BUDIONO & HERY KUSWAHYO



 

JAKARTA (IFT) - Segmen bisnis batu bara PT United Tractors Tbk (UNTR), anak usaha dari PT Astra Internasional Tbk (ASII), memberikan kontribusi 50,6% atau setara Rp 27,85 triliun dari total pendapatan perseroan tahun lalu sebesar Rp 55,05 triliun, menurut eksekutif perseroan. Kontribusi segmen batu bara melampaui penjualan alat berat yang mencapai Rp 27,2 triliun atau 49,4% terhadap pendapatan konsolidasi United Tractors.

Sara K Loebis, Sekretaris Perusahaan United Tractors, mengatakan pendapatan dari segmen bisnis batu bara, yang terdiri atas unit usaha jasa penambangan (mining contracting) dan pertambangan (mining) meningkat 47,5% dibandingkan 2010 sebesar Rp 37,32 triliun. "Unit usaha jasa penambangan memberikan kontribusi 40,7% dan unit usaha pertambangan 9,9%," ujarnya.

Menurut Sara, kinerja jasa penambangan yang dijalankan oleh anak usaha, PT Pamapersada Nusantara, mampu melampaui target yang ditetapkan. "Pendapatan jasa penambangan naik 32% menjadi Rp 22,42 triliun dari 2010 sebesar Rp 16,93 triliun," katanya.

Pamapersada, pemimpin pasar jasa penambangan batu bara, tahun lalu memproduksi 86,6 juta ton, tumbuh 11% dibandingkan 2010 sebesar 77,9 juta ton. Volume pemindahan lapisan tanah penutup (overburden removal) meningkat 21,5% (year-on-year) menjadi 791,7 juta bank cubic meter dari 651,5 juta bank cubic meter.

Pamapersada tahun ini menargetkan produksi dan overburden removal tumbuh masing-masing 10%. Dengan begitu, produksi diperkirakan mencapai 95,2 juta ton dan overburden removal 870,8 juta bank cubic meter.


Untuk unit usaha pertambangan yang dijalankan PT Prima Multi Mineral dan PT Tuah Turangga Agung, mencatat pertumbuhan volume penjualan sekitar 47% menjadi 4,49 juta ton dibandingkan 2010 sebesar 3,05 juta ton. Prima Multi, anak usaha Pamapersada yang memiliki konsesi tambang batu bara di Kalimantan Selatan, sepanjang tahun lalu berhasil menjual 3,45 juta ton. Sedangkan volume penjualan Tuah Turangga yang memiliki tambang di Kalimantan tengah sekitar 1,04 juta ton.





"Kenaikan volume penjualan batu bara dan peningkatan harga jual rata-rata membuat pendapatan bersih dari unit usaha pertambangan meningkat 74,1% dari Rp 3,12 triliun menjadi Rp 5,43 triliun," kata Sara.

Hingga kuartal III tahun lalu, kontribusi segmen bisnis batu bara mencapai Rp 19,84 triliun atau 49,9% terhadap pendapatan konsolidasi United Tractors sebesar Rp 39,75 triliun. Pendapatan dari jasa penambangan mencapai Rp 15,93 triliun atau sekitar 40,07% terhadap pendapatan konsolidasi. Penjualan batu bara mencapai Rp 3,91 triliun atau 9,83%.

United Tractors memproyeksikan kontribusi bisnis batu bara terhadap pendapatan tahun ini masih sama dengan tahun lalu di kisaran 50%. Namun, mengacu serangkaian akuisisi tambang yang dilakukan perseroan akhir-akhir ini, kontribusi segmen batu bara ke depan akan semakin melampaui segmen alat berat.

Josep Pangaribuan, analis PT Samuel Sekuritas Indonesia, mengatakan tahun ini United Tractors menyiapkan belanja modal US$ 550 juta, naik 22% dari tahun lalu. Sekitar US$ 500 juta dialokasikan untuk bisnis jasa penambangan. Menurut dia, alokasi itu cukup besar untuk mendorong bisnis jasa tambang. Dia memproyeksikan produksi dan overburden removal bisa tumbuh masing-masing 16%.


"Secara historis, saat harga batu bara turun pada 2009, United Tractors berhasil mencatat kenaikan overburden 16,3% dan produksi 23,1%. Kami melihat tahun ini harga batu bara cenderung flat, sehingga produsen batu bara cenderung melakukan ekspansi," ujarnya.

Riset PT Ciptadana Securities mengestimasikan United Tractors saat ini memiliki cadangan batu bara 254 juta-369 juta ton. Dengan sejumlah akuisisi tambang yang dilakukan, cadangan itu diperkirakan bisa mencapai target sebesar 500 juta ton. Dengan meningkatnya cadangan dan produksi, kontribusi pertambangan batu bara terhadap total pendapatan United Tractors tahun ini diperkirakan naik menjadi 14%.

Pada perdagangan Jumat, harga saham United Tractors turun Rp 700 atau 2,5% menjadi Rp 27.550. (*)




Resource Alam Habiskan US$ 1,2 Juta untuk Eksplorasi

JAKARTA (IFT)- PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI), produsen batu bara terbesar kesepuluh berdasarkan luas konsesi, melalui anak usahanya, PT Insani Bara Perkasa hingga Februari telah menghabiskan dana US$ 1,2 juta atau sekitar Rp 10,9 miliar untuk kegiatan eksplorasi di Blok Loajanan, Kalimantan Timur.

Lenny SC, Sekretaris Perusahaan Resource Alam, dalam keterbukaan informasi menyatakan eksplorasi dilakukan di sub blok Purwajaya Selatan yang memiliki luas area 650 hekater. Kegiatan eksplorasi dilakukan menggunakan standar joint ore reserves committee (JORC) oleh pihak ketiga, yaitu PT Britmindo."Untuk blok Loajanan akan terus dilakukan pemetaan geologi guna menetapkan sub blok yang potensial ditambang. Untuk blok Separi masih dipelajari untuk dilakukan pengeboran," katanya.

Resource Alam mengklaim telah mendapatkan tambahan sumber daya (resources) sebesar 56,7 juta ton batu bara berkualitas 4.200 kilokalori-4.400 kilokalori berdasarkan perhitungan JORC yang dilakukan Britmindo. Perhitungan itu dilakukan di area seluas 500 hektare di Zona A dalam konsesi Insani Bara Perkasa.

Eric Tirtana, Head of Investor Relation Resource Alam Indonesia, mengatakan  area yang diteliti oleh Britmindo baru mencakup 2% dari total luas konsensi yang dimiliki perseroan yaitu 24.477 hektare. "Hasil ini menjadi yang pertama dari serangkaian survei JORC yang direncanakan oleh perseroan sampai diketahui cadangan batu bara," paparnya.

Setelah Zona A selesai, Insani Bara akan melanjutkan survei JORC pada area seluas 500 hektare di Zona B yang berdekatan dengan Zona A. "Britmindo menyatakan semua lapisan batu bara utama yang diidentifikasi pada Zona A akan melalui Zona B," tutur Eric.

Berdasarkan presentasi awal tahun lalu, Resource Alam mengklaim memiliki sumber daya 126,6 juta ton dengan cadangan terbukti 73,18 juta ton berdasarkan survey non-JORC. Resource Alam mengestimasikan produksi sepanjang tahun lalu mencapai 3,55 juta ton, dengan demikian posisi cadangan batu bara perseroan saat ini diperkirakan 69,63 juta ton.

Resource Alam baru-baru ini juga mengakuisisi empat izin usaha pertambangan (IUP) di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, senilai total US$ 7,92 juta. Tiga tambang yang diakuisisi masih berupa green field (belum digarap), yaitu PT Kaltim Mineral, PT Jaya Mineral dan PT Tambang Mulia dengan total luas lahan 23.521 hektare. Tiga tambang itu diproyeksikan berproduksi pada 2015. "Kami mengakuisisi 75% saham tiga perusahaan tambang tersebut dengan nilai transaksi total US$ 6,25 juta," ungkap Eric.

Adapun satu tambang lain yang diakuisisi sudah dalam tahap pengembangan, yaitu PT Chaido Mega Mineral. Perseroan juga mengakuisisi 75% dari saham tambang tersebut dengan nilai transaksi US$ 1,67 juta. Menurut Eric, tambang Chaido dekat dengan tambang perseroan di blok utara dan ditargetkan berproduksi tahun depan.

Resource Alam tahun ini menargetkan produksi 6 juta ton. Sebagian besar dari area tambang yang berada di utara, yaitu 5,37 juta ton atau setara 89,5% dari total target produksi dan sisanya dari area tambang selatan.

Macquarie Securities menyatakan prospek dan peringkat Resource Alam akan terangkat seandainya proses perhitungan cadangan berdasarkan JORC selesai. Dengan adanya sertifikasi tersebut, tingkat risiko perseroan di mata investor akan berkurang.(*)

Ekspor Batu Bara ke China Diperkirakan Tetap Tumbuh

JAKARTA (IFT) – Sejumlah pelaku usaha memperkirakan ekspor batu bara ke China tetap tumbuh, meski negara tersebut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya. Indonesia juga diyakini bisa mempertahankan statusnya sebagai eksportir batu bara terbesar ke China.

Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia, mengatakan permintaan China akan tetap tumbuh karena ekonomi negara itu tetap positif. "Logikanya, kalaupun pertumbuhan China hanya di kisaran nol persen, permintaan batu bara di sana akan stagnan. Kalau China memproyeksikan ekonominya tahun ini tumbuh 7,5%, ekspor batu bara ke China diperkirakan bisa tumbuh 10%," ujarnya, Rabu.

Milawarma, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), perusahaan batu bara milik negara, mengatakan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi China tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan permintaaan, karena secara riil negara itu tetap membutuhkan batu bara. "Selama ini ekspor perseroan ke China sebesar 11% dari total produksi. Setidaknya kami akan jaga porsi tersebut," katanya.

Menurut dia, pada kuartal IV China selalu membeli batu bara lebih banyak dibandingkan kuartal sebelumnya. Tujuannya untuk memenuhi tingginya kebutuhan batu bara saat perayaan natal dan pergantian tahun China (Imlek). "Biasanya pada akhir tahun harga jual batu bara akan turun, karena China memasok persediaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan hingga awal tahun," ujarnya.

Berdasarkan data kepabeanan China, negara itu sepanjang tahun lalu mengimpor 64,69 juta ton batu bara dari Indonesia senilai US$ 845,42 juta, naik 18,1% dibandingkan 2010 sekitar 54,77 juta ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar ke China. Posisi berikutnya ditempati Australia dengan volume 32,55 juta ton senilai US$ 583,82 juta. Selanjutnya, Vietnam 22,06 juta ton senilai US$ 172,89 juta ton dan Mongolia 20,15 juta ton senilai US$ 230,25 juta ton.


China, negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, baru saja merevisi proyeksi pertumbuhan ekonominya tahun ini menjadi 7,5% dari sebelumnya 8%. Tahun lalu, ekonomi China tumbuh 9,2%, lebih rendah dibandingkan di 2010 yang mencapai 10,4%.

Proyeksi melambatnya pertumbuhan China memunculkan spekulasi akan turunnya permintaan batu bara dari negara tersebut. Beberapa analis bahkan memperkirakan posisi China sebagai pengimpor batu bara terbesar tahun ini akan digantikan oleh India.

"Pengiriman batu bara ke China akan beralih ke India. Sementara di China tingkat listrik akan turun dan produksi batu bara naik pesat," kata Michael Parker, analis di Sanford C Bernstein & Co yang berbasis di Hong Kong, seperti dikutip Bloomberg.

Daniel Hynes, Direktur Riset Komoditas di Citigroup Inc di Sydney, mengatakan India tahun ini berpotensi mengimpor 118 juta ton batu bara, melebihi China yang diperkirakan hanya mendatangkan 102 juta ton dari luar negeri.

Manhoman Singh, Perdana Menteri India, sebelumnya menyatakan India tengah mencari pasokan batu bara untuk memenuhi kebutuhan sejumlah pembangkit baru senilai US$ 36 miliar yang pengoperasiannya terkendala pasokan bahan bakar.

Harga Acuan

Harga batu bara acuan (HBA) Indonesia pada Maret meningkat 1,15% menjadi 112,87 per ton dari 111,58 per ton dari 109,29 pada bulan sebelumnya. Kenaikan ini melanjutkan rebound yang terjadi bulan lalu.

Harga acuan itu merupakan harga untuk penjualan spot dalam periode 1-31 Maret 2012 untuk batu bara dengan rata-rata 6.322 kilokalori. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, harga batu bara Indonesia sejak Oktober tahun lalu terus turun dari US$ 119,24 per ton menjadi US$ 109,29 per ton pada Januari 2012 atau turun sekitar 8,3%. Sepanjang tahun lalu, rata-rata harga batu bara acuan mencapai US$ 118,4 per ton. Sedangkan rata-rata harga acuan dalam tiga bulan tahun ini sebesar US$ 111,25 per ton.

Kenaikan harga batu bara acuan sejalan dengan harga delapan produk batu bara termal yang menjadi referensi. Mulai dari yang berkalori rendah (4.200 kilokalori), yaitu Ecocoal yang diproduksi PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) hingga batu bara berkualitas 7.000 kilokalori yang diproduksi anak usaha PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yaitu Gunung Bayan I. Harga batu bara Ecocoal untuk penjualan spot bulan ini tercatat US$ 58,58 per ton, naik 1% dari bulan sebelumnya US$ 57,99 per ton. Harga batu bara Gunung Bayan I naik 1,1% menjadi US$ 121,46 per ton dari bulan lalu US$ 120,06 per ton. (*)

Pertambangan Batu Bara Butuh Kepastian Regulasi

JAKARTA (IFT) - Kerangka regulasi terkait pertambangan batu bara di Indonesia dinilai masih dalam tahap transisi, sehingga terdapat sejumlah risiko untuk berinvestasi di dalamnya, kata lembaga pemeringkat, Fitch Ratings. Karena itu, diperlukan kejelasan dan kepastian dari regulasi yang dibuat oleh pemerintah.

Shahim Zubair, Analis Fitch Ratings, mengatakan terdapat sejumlah aturan yang merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (minerba) yang menimbulkan sejumlah interpretasi dan risiko. Sejumlah regulasi yang berpotensi menggangu iklim investasi itu di antaranya pelarangan ekspor batu bara berkalori rendah dan renegosiasi kontrak. "Investor butuh kejelasan dan kepastian akan investasi mereka," tutur dia bersama Michael Wu dalam laporan resminya.

Shahim mengatakan regulasi pelarangan ekspor batu bara termal dengan kadar di bawah 5.700 kilokalori yang mulai berlaku di 2014 akan berdampak bagi beberapa perusahaan tambang di Indonesia. Hal itu disebabkan mayoritas tambang batu bara di Indonesia berorientasi ekspor. "Indonesia saat ini menjadi negara pengekspor batu bara terbesar, dengan 75% dari hasil batu baranya yang diekspor," tuturnya.

Shahim menuturkan kendala itu sebenarnya dapat diatasi dengan adanya teknologi peningkatan kalori batu bara (upgrading coal). Namun, saat ini teknologi tersebut belum ada di Indonesia. "Pemerintah harus mengatur hal ini jangan sampai industri batu bara nantinya turun," paparnya.

Kewajiban memasok pasar domestik (DMO) dengan patokan harga batu bara acuan juga dinilai memberikan dampak negatif bagi industri batu bara yang terkena kewajiban tersebut. Peraturan itu akan membatasi dan mengurangi royalti dan pajak yang dipungut oleh negara.

Rencana renegosiasi kontrak yang akan dilakukan terutama terkait poin penyusutan lahan kepemilikan perusahaan tambang juga akan berdampak pada kepastian iklim investasi. Shahim mencontohkan dalam renegosiasi itu terdapat klausul yang akan menyusutkan luas kepemilikan lahan dengan patokan izin usaha pertambangan (IUP) menjadi hanya sebesar 15 ribu hektare, dari luas kepemilikan lahan dalam kontrak karya yang sebesar 20 ribu-100 ribu hektare. "Pemerintah harus memberikan kepastian bagi investor, terutama terkait dengan investasi yang mereka telah tanamkan selama ini," jelasnya.




Terakhir, dalam laporan tersebut Fitch juga menilai terdapat risiko operasional untuk pertambangan batu bara di Indonesia terutama faktor cuaca. Sebagian besar tambang batu bara terdapat di Kalimantan yang saat ini sedang mengalami curah hujan tinggi dan itu akan menganggu karena operasional tambang harus berhenti. Selain itu, penjualan batu bara oleh sebagian besar perusahaan didasarkan pada kontrak jangka panjang dalam volume besar dan pemberian kredit kepada pembangkit listrik juga dinilai memiliki resiko. Risiko harga fixed sesuai dengan kontrak akan berpengaruh jika harga batu bara tiba-tiba naik cukup tinggi.

Supriatna Suhala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia, berharap agar kontrak yang telah ada saat ini tidak diubah, karena renegosiasi kontrak dengan keinginan pemerintah untuk menaikkan royalti berpotensi mengganggu iklim investasi pertambangan. "Konsep rencana pemerintah untuk merenegosiasi kontrak harus jelas, harus tertuang dalam regulasi. Renegosiasi itu juga menguntungkan kedua belah pihak, tidak hanya pemerintah, tapi juga perusahaan," ujarnya.

Terkait upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara dari kenaikan royalti, Supriatna menyarankan pemerintah menghitung semua jenis penerimaan negara yang diperoleh dari sektor pertambangan, tidak hanya dari royalti. Perusahaan pertambangan dinilai telah berkontribusi terhadap penerimaan negara tidak hanya melalui royalti, tetapi juga berasal dari dividen, pajak perusahaan, pajak bahan bakar, dan lain-lain.

Irwandy Arief, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, menilai terdapat ambiguitas dalam UU Minerba karena ada pasal yang saling bertentangan. Dia mencontohkan pasal 169 ayat (a) menyatakan semua kontrak karya atau PKP2B akan dihormati sampai masa berlakunya habis. Namun, pasal 169 ayat (b) menyatakan dalam satu tahun setelah undang-undang terbit, perusahaan harus menyesuaikan dengan undang-undang baru. "Karena pasal 169 ayat (b) itu maka harus direnegosiasi," ujarnya.

Jika pemerintah dan perusahaan tambang berhasil mencari keseimbangan, seharusnya tidak ada pro kontra seperti saat ini. Selama permintaan pemerintah logis dan secara bisnis tidak menyulitkan, industri pertambangan akan memenuhinya. "Contohnya besaran royalti yang minta disesuaikan menjadi 3,5%, selama bisnis profitable kenapa tidak," ucapya. (*)

Golden Energy Realisasikan Dana Eksplorasi Rp 4,37 Miliar

JAKARTA (IFT) – PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS), anak usaha PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) di bidang pertambangan batu bara, sepanjang Januari-Februari 2012, merealisasikan dana eksplorasi Rp 4,37 miliar. Kegiatan eksplorasi dilakukan di dua tambang milik anak usaha, yaitu PT Kuansing Inti Makmur di Jambi dan PT Borneo Indobara di Kalimantan Selatan.

Sudin SH, Sekretaris Perusahaan Golden Energy Mines, dalam keterbukaan informasi, mengatakan kegiatan di tambang Kuansing mencakup pemboran di beberapa blok di daerah Muara Bungo, Jambi, untuk menentukan batas penambangan dengan lebih akurat serta mengambil data kualitas batu bara. Total biaya yang telah dikeluarkan untuk kegiatan eksplorasi tersebut sekitar Rp 37 juta.

Adapun kegiatan eksplorasi di Borneo Indobara mencakup pengeboran ekplorasi, pengeboran geoteknik dan pengeboran preproduksi . Pengeboran eksplorasi dilakukan di Blok Pasopati dan Batulaki, sedangkan pengeboran geoteknik dan preproduksi (infill) di Batulaki dan Andaru Utara. "Belanja operasional yang telah dikelauarkan untuk kegiatan ekplorasi di Blok Pasopati sekitar Rp 3,6 miliar sedangkan di Batulaki sekitar Rp 260 juta. Untuk pengeboran getoteknik dan infill sekitar 375 juta," kata Sudin.

Selain Kuansing Inti dan Borneo Indobara, Golden Energy memiliki tambang batu bara lain di Kalimantan Tengah, yaitu PT Trisula Kencana Sakti. Namun, hingga Februari belum ada kegiatan eksplorasi di tambang tersebut.

Golden Energy menargetkan volume penjualan tahun ini naik dua kali lipat menjadi 10 juta ton. Fuganto Widjaja, Komisaris Utama Golden Energy, sebelumnya mengatakan perseroan telah mengantongi kontrak penjualan 4 juta ton dengan rincian ke China 3 juta ton dan sisanya ke India. Perseroan juga sedang menjajaki pembicaraan serius dengan beberapa pelanggan mengenai kontrak penjualan batu bara. "Volume kontrak yang sedang dibicarakan tersebut sedikitnya 8 juta ton," ujarnya.

PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI), produsen batu bara terbesar kesepuluh berdasarkan luas konsesi, melalui anak usahanya, PT Insani Bara Perkasa hingga Februari telah menghabiskan dana US$ 1,2 juta atau sekitar Rp 10,9 miliar untuk kegiatan eksplorasi di Blok Loajanan, Kalimantan Timur.

Lenny SC, Sekretaris Perusahaan Resource Alam, dalam keterbukaan informasi menyatakan eksplorasi dilakukan di sub blok Purwajaya Selatan yang memiliki luas area 650 hekatera. Kegiatan eksplorasi dilakukan menggunakan standar joint ore reserves committee (JORC) oleh pihak ketiga, yaitu PT Britmindo."Untuk blok Loajanan akan terus dilakukan pemetaan geologi guna menetapkan sub blok yang potensial ditambang. Untuk blok Separi masih dipelajari untuk dilakukan pengeboran," katanya.

Resource Alam mengklaim telah mendapatkan tambahan sumber daya (resources) sebesar 56,7 juta ton batu bara berkualitas 4.200 kilokalori-4.400 kilokalori berdasarkan perhitungan JORC yang dilakukan Britmindo. Perhitungan itu dilakukan di area seluas 500 hektare di Zona A dalam konsesi Insani Bara Perkasa.(*)

Saturday, March 10, 2012

Konferensi Batubara Indonesia ke - 4 Tahun 2012

Konferensi Batubara Indonesia ke - 4 Tahun 2012

(the 4th Indonesia coal conference)
*Seminar*Workshop*Pameran*
Akan diselenggarakan di Hotel Sultan Jakarta pada, 19 - 21 Maret 2012.
informasi lebih lengkap kunjungi :

www.seminarbatubaraindonesia.com

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia - Indonesian Coal MiningAssosiation

APBI-ICMA (Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia - Indonesian Coal Mining Assosiation) was officially established by the coal producers in Indonesia on the 20th September, 1989 and was registered as a member of the Indonesian Chamber of Commerce on the 16th October, 2004.

The legal foundation of the organization is constitutionally based on the Constitution 45, Articles 33 and 20, is structurally based on the Law no. 1/1987, about the Indonesian Chamber of Commerce and is operationally based on the agreed acclamation of the whole APBI-ICMA members assembly dated 20th September, 1989.

APBI-ICMA is the organization of companies in the coal business sector and is non political and non profit oriented.

The association focuses on the participation of developing the business climate in the coal mining sector which enables the broadly involvement of all members. The other objective is to share a significant role for the national economic development. Its effort is to become a communication and a consultation forum among its members not only with the Government but also to work together with other associations, companies or any related parties domestically and from overseas for the sake of the Indonesian coal sector's development.

Currently APBI-ICMA has 92 companies registered as its members.

Wednesday, March 7, 2012

PENGUMUMAN KE-DUA REKONSILIASI IUP

Monday, March 5, 2012

Coal Bed Methane Indonesia Conference 2012

14th & 15th May 2012, Conrad Hotel Bali, Indonesia
Optimizing the Potential of CBM Towards Commercialization

Clariden Global is pleased to present the Coal Bed Methane Indonesia 2012 Conference, the dynamic and progressive platform for Indonesia's CBM industry stakeholders this 14th & 15th May 2012 at the Conrad Hotel Bali, Indonesia.
As we move into 2012, unconventional gas stakeholders, such as you, need to be equipped with the latest insights on early stage commercialization experiences, strategies to manage regulatory & operational challenges as well as how to ensure sustainable & economic coal bed methane exploration & production.
Practical insights by 16+ leading CBM industry practitioners will revolve around these themes:
- Regulatory & Legal Framework Impacting Indonesia's CBM Industry
- Indonesia and Global Unconventional Gas Developments
- Meeting Indonesia's Energy Demands with CBM Gas Developments
- Attracting Investments for Growing Indonesia's CBM Industry
- Serving the Coal Bed Methane Industry Needs
- Global Unconventional Gas Market Commercialization Experiences
- Early Stage CBM Commercialization in Indonesia
- Implementing Sustainable & Economic CBM Growth
As the industry begins to move past its infancy stage, Coal Bed Methane Indonesia 2012, will be timely for industry stakeholders & investors looking to benefit from the potential of Indonesia's rich CBM reserves.
Meet and network with senior industry professionals from:
BPMIGAS * PT Ephindo * Enviro Energy International Holdings * Greka Drilling Limited * Blue Energy * Medco Energi Internasional * PT PLN (Persero) * PT Pertamina * Cougar Energy * Credit Suisse * Risco Energy * WellDog Inc * Honeywell Process Solutions * Freehills * Oenteng Suria & Partners* and more.
Visit the conference website for continuing developments on the 2012 agenda & speaker faculty members!
http://www.claridenglobal.com/cbm2012
Be at the forefront of the latest developments in Indonesia's dynamic unconventional gas industry this 2012. Reserve your seat today and join your peers this May in Bali, Indonesia.
For more information, please click here to download the brochure.
Get Involved in Coal Bed Methane Indonesia 2012
If you have a paper that complements the 2012 conference themes, please submit your interest via email to deva@claridenglobal.com to discuss speaking opportunities.
Showcase Your Expertise at Coal Bed Methane Indonesia 2012 Raise your corporate profile at this key platform for strategizing opportunities & challenges in Indonesia's unconventional gas industry into 2012. Please contact Theresa Lee at theresa@claridenglobal.com or +65 6899 5036, to discuss tailor-made sponsorship options.
Group Discounts:
Early Bird savings ends on 28th March 2012!
For 2 registrations from the same company and billing source, the 2nd participant enjoys a 10% discount.
For registrations of 3 from the same company and billing source,
the 4th participant receives a complimentary seat.
Only 1 discount scheme will apply.
Quick Ways to Book Your Seat Now!
Online Registration: Please click here to register online or
Call +65 68995030 Fax: +65 6567 4328 Email: admissions@claridenglobal.com
Official Media Partners:

[gallery]

Heavy Equipment Indonesia exhibition in Jakarta from 28-31 March

Sunday, March 4, 2012

SOP PEMATOKAN DESIGN TAMBANG

PEMBUATAN PERENCANAAN TAMBANG (DETAIL MINE DESIGN)

I. PENGANTAR

a. Informasi Geology

• Lokasi dan fisiografi
• Morfology
• Kemiringan Lapisan
• Jumlah Seam dan Ketebalan Seam Secara Statistik (min,avg,max, stdev)
• Skema Stratigrafi
• Insitu Coal Reserve dan Kualitasnya
• Struktur Geology
• Hidrology/Hidrogeology dan Geoteknik

b. Sales Informasi

• Rencana Sales per bulan
• Kualiti dan kuantiti target sales
• Jumlah Export dan Domestik

c. Target Produksi

• Terget Produksi
• Kapasitas dan Proses / flow mulai dari kapasitas produksi, crushing plan, hauling, Stock pile, Barge / Transshipment.

II. Parameter dan Asumsi asumsi

Informasi mengenai metode yang dipakai dalam melakukan perhitungan perhitungan.

• SR Optimasi
• Rancangan Pushback sesuai market schedule
• Parameter reserves estimates

III. ISI

• Mine Plan Objective, Asumsi, Kriteria
• Insitu Mineable Coal Reserve per Pit atau Per seam
• Scheduling Coal and Waste
• Mining Unit Operation
• Drilling and Blasting Plan
• Operation Cost
• Drainage Plan
• Environment Plan
• Mine Design & Layout Pit.
• Waste Dump Design

IV. APENDIX

• Table
• Map / Cross section
• Database